EVALUASI
BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2.1 PENGERTIAN
EVALUASI BELAJAR PAI
Istilah
"evaluasi" mempunyai pengertian banyak, antara lain didefinisikan
berdasarkan :
a) Menurut bahasa kata evaluasi
berasal dari bahasa inggris evalution yang berarti penilaian atau penaksiran. [1] [1]
b) Menurut istilah, evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan
menggunakan instrument (alat) dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk
memperoleh kesimpulan.[2]
c) Menurut Sidney P. Rollins, “
Evaluation is the process of making judgments”.[3] (
evaluasi merupakan proses pembuatan keputusan, dimulai dengan pengumpulan
data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu kesimpulan).
d) James L. Mursell mengartikan
evaluasi adalah “penghargaan yang dijalankan dengan sadar dan secara
diskrimainatif terhadap proses belajar demi usaha perbaikan itu sendiri.”[4] Adapun Benjamin S. Bloom sebagaimana dikutip
oleh Suke Silverius, evaluasi merupakan “pengumpulan suatu kenyataan secara sistematis
untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri sisiwa
dan menetapkan sejuh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.”[5][2]
e) Sementara menurut W. S. Winkel
SJ., evaluasi adalah “penentuan sampai berapa jauh sesuatu berharga, bermutu
atau bernilai.”[6]
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan
atau proses penentuan nilai sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Ada istilah yang
hampir sama pengertiannya dengan evaluasi, yaitu pengukuran (measurement) dan
penilaian. Pada hal istilah tersebut tidak sama artinya, namun masih ada
kaitannya.[7] Pengukuran diartikan sebagai
pekerjaan membandingkan sesuatu hasil belajar siswa dengan ukuran yang sudah ditentukan.[8] Penilaian adalah suatu proses pemberian atau
penentuan nilai terhadap sesuatu dengan kriteria tertentu atau mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran atau norma tertentu, apakah baik atau
buruk.[9]
Dengan demikian
pengukuran lebih menekankan kepada proses penentuan kuantitas sesutu melalui
pembandingan dengan satuan ukuran tertentu. Adapun penilaian menekankan kepada
proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik atau buruk yang
bersifat kualitatif. Adapun evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu pengukuran dan
penilaian.[10][3]
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai sesuatu, untuk menentukan nilai
dilakukan pengukuran. Wujud dari pengukuran yaitu pengujian dalam dunia
pendidikan disebut tes.[11] Tes digunakan
oleh guru untuk mengukur dan mengetahui tingkat pengetahuan siswa yang telah
dicapai sehubungan dengan belajar.
Allah memberikan
contoh tes (cobaan) terhadap manusia untuk mengetahui kadar keimanan dan
ketaqwaannya kepada Allah, sebagaimana firman-Nya QS. Al-Baqarah : 155 sebagai
berikut :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِِشَئٍْ مِّنَ الخَوْفِ
وَالجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ الاَمْوَالِ وَالاَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِالصّبِرِيْنَ {155}
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan
kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah : 155).[12]
Sasaran evaluasi
dengan tes tersebut adalah ketahanan mental beriman dan bertakwa kepada Allah
jika mereka tahan terhadap uji coba (tes) dari Allah, maka akan mendapatkan
kegembiraan dengan segala bentuk, terutama kegembiraan yang bersifat mental –
rohaniah. Demikian, pekerjaan evaluasi Allah pada hakikatnya bersifat mendidik
terhadap fungsinya selaku hamba-Nya, yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya.
Adapun fungsi dan tujuan evaluasi yaitu :
1. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar memperbaiki
proses belajar.
2. Untuk menentukan angka kemajuan / hasil belajar masing-masing siswa yang
antara lain untuk kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya siswa.[13][4]
3. Untuk memberikan data kepada orang tua atau masyarakat atau pihak- pihak
lain yang memerlukan keterangan tentang seorang siswa.[14]
4. Untuk memeperoleh informasi tentang potensi peserta didik sehingga penempatannya
dapat disesuaikan dengan bakat dan minatnya. [15]
Sedangkan menurut Charles E. Skinner dalam
bukunya Essentials Of Educations Psichology dijelaskan fungsi evaluasi yaitu :
(1) to determine the status of each
pupil in various subject and in various objectives of the curriculum; (2) to
evaluate the status and rate of growth of each pupil in terms of his ability
and age; (3) to identify the educational needs of each pupil; (4) to identify
the gifted pupil,the normal pupil, and the slow-learning pupil; (5) to group
pupils for instructional purposes within the class group; (6) to analtyze or
diagnose an individual pupils difficulties and rate of growth; (7) to determine
the achievement status of class at the beginning and at the and term[16]
(1) untuk menentukan status tiap pada
beberapa obyek dan tujuan dari kurikulum; (2) untuk menilai status dan tingkat
pertumbuhan tentang kemampuan dan umur tiap murid; (3)untuk mengidentifikasi
kebutuhan pendidikan tiap murid; (4) untuk mengidentifikasi murid berbakat,
murid biasa dan murid lamban belajar; (5) untuk mengelompokkan murid untuk
tujuan instruksianal dalam kelompok kelas; (6) untuk menganalisis dan
mendiagnosis kesulitan dan tingkat pertumbuhan murid; (7) untuk menentukan
status prestasi dalam kelas pada awal adan akhir belajar.
Dengan memahami
pengertian evaluasi dan ruang lingkupnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Evaluasi belajar PAI adalah usaha untuk menilai pencapaian tujuan belajar PAI
yang mencerminkan perubahan tingkah laku, kecakapan, dan status siswa dalam
menelaah materi PAI pada jangka waktu tertentu.
2.2 Prinsip-Prinsip Evaluasi Belajar PAI
Perlakun evaluasi belajar PAI harus berdasarkan
prinsip pelaksanaannya. Betapapun baik prosedur evaluasi yang diikuti dan sempurnanya
evaluasi yang diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip
penunjangnya maka hasil evaluasi akan kurang dari yang diharapkan.[17][5]
Prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi belajar PAI yang digunakan antara
lain:
2.2.1 Prinsip
Menyeluruh (komprehensif)
Menyeluruh artinya evaluasi yang dilakukan
menggambarkan penguasaan siswa terhadap pencapaian keseluruhan tujuan yang diharapkan
dan bahan pelajaran yang diberikan.[18]
Dalam prinsip ini yang dinilai bukan hanya aspek kecerdasan atau hasil belajar,
melainkan seluruh aspek pribadi atau tingkah lakunya.[19]
Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup
berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku
siswa. Hal ini mencakup aspek proses ranah beripikir (cognitive domain) juga
dapat mencakup aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap (affektive domain)
dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang ada pada masing-masig siswa.[20] Dalam hubungannya dengan proses belajar PAI, maka
evaluasi hasil belajar dalam pelajaran PAI tidak hanya menyangkut masalah
penyampaian ilmu, tetapi untuk penanaman iman dan mengamalkan ajaran Islam
secara menyeluruh.[21][6]
Hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah : 208.
يآيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاْا
دْخُلُوْاْافِى السِّلْمِ كآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوْاْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ {208}
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya,
dan janganlah kamu turuti langkah syaitan“. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu. (QS. Al Baqarah: 208).”[22]
Selanjutnya, mengamalkan ajaran Islam, identik
dengan tujuan pendidikan Islam. Menurut Al Ghazali, yaitu menghiasi diri dengan
akhlak terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah serta menyiapkan siswa untuk bertanggung
jawab terhadap tugas yang bersifat keduniaan dan keakhiratan.[23]
2.2.2 Prinsip terus menerus atau
kesinambungan (Continuity)
Terus menerus artinya evaluasi tidak hanya
merupakan kegiatan ujian semester atau ujian kenaikan/ujian akhir saja, tetapi
harus dilakukan terus menerus (kontinyunitas).[24][7]Karena
pendidikan adalah suatu proses yang kontinu, evaluasi harus dilaksanakan secara
kontinyu.[25]
Dengan hasil evaluasi yang dilakukan secara
kontinyu, teratur, terencana dan terjadwal, pendidik memperoleh informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan maupun perkembangan siswa, mulai
awal sampai akhir program pembelajaran.[26]
Hal ini perlu diperhatikan dalam evaluasi PAI, yaitu guru / pendidik secara
terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa. Evaluasi
tidak saja merupakan tes formal saja, melainkan juga perhatian terhadap siswa
ketika duduk, berbicara, dan bersikap atau pengamatan ketika siswa berada di
ruang kelas, tempat ibadah dan ketika bermain.
Dari berbagi pengamatan yang ada, perlu dicatat
secara tertulis tentang perilaku yang menonjol atau kelainan pertumbuhan yang kemudian
harus diikuti langkah bimbingan. Hal ini tidak berarti seluruh waktu dihabiskan
untuk tugas evaluasi, tetapi apabila sewaktu-waktu terdapat siswa menunjukkan
sikap tertentu, maka hendaknya dicatat secara tertulis.[27]
2.2.3 Prinsip Validitas (validity) dan Reliabilitas (reability)
Validitas atau keshahihan menunjuk pada
pengertian bahwa alat evaluasi yang digunakan benar-benar mengukur apa yang
hendak diukur secara tepat. [28] Misalnya
barometer adalah alat pengukur tekanan udara dan tidak tepat bila digunakan
untuk mengukur temperatur udara. Demikian pula suatu tes memiliki suatu validitas bila tes itu
benar-benar mengukur hal yang hendak dites. [29][8]
Reliabilitas atau ketepatan artinya dapat
dipercaya, evaluasi dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang diperoleh pada
ujian itu tetap atau stabil, kapan saja, siapapun yang mengujikan dan yang menilainya.[30] Misalnya untuk mengukur panjang kayu dengan
menggunakan mistar, maka hasil pengukuran tetap sama sekalipun pengukuran
dilakukan beberapa kali dan oleh pengukuran lain. Hal itu menunjukkan bahwa
hasil pengukuran betul-betul dapat dipercaya, ukurannya stabil atau tetap.
2.2.4 Prinsip Objektivitas (Objectivity)
Objektifitas artinya bahwa evaluasi dilakukan
dengan sebaik-baiknya berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi
oleh unsur-unsur subjektivitas dari evaluator (penilai).[31] Sikap objektif atau apa adanya ini dimaksudkan, bahwa
evaluasi dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa ada pengaruh dari faktor guru
atau siswa itu sendiri. Pelaksanaan evaluasi di mana siswa menunjukkan
kemampuan tidak sebagai mana adanya (seperti menyontek), atau guru memberikan
data penilaian yang tidak sebenarnya (subjektif). [32]
Sikap objektivitas dalam evaluasi itu antara
lain itu ditunjukkan dalam sikap: (a) ash-shidqah yaitu berlaku benar dan jujur
dalam mengadakan evaluasi ; (b) amanah yaitu sikap pribadi yang setia, tulus hati,
dan jujur dalam menjalankan evaluasi yang dipercayakan kepadanya; (c) Rahmah
dan ta’awun yaitu sikap kasih sayang terhadap sesama, adil dan saling tolong
menolong untuk menuju kebaikan dan kebenaran.[33][9]
2.2.5 Prinsip Mengacu Kepada Tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai
tujuan tertentu, karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan merupakan
aktivitas atau pekerjaan yang sia-sia. Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai
sasaran, maka evaluasi harus mengacu kepada tujuan. Tujuan sebagai acuan ini harus
dirumuskan lebih dahulu sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak
dicapai. Bila tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan taksonomi Bloom, maka
dapat dilakukan kajian tentang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
dimiliki siswa sebagai hasil belajarnya. [34]
2.3 Tahap dan Teknik Evaluasi Belajar PAI
2.3.1 Tahap Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya ialah suatu proses yang
sistematis. Artinya, ditempuh tahap-tahap tertentu dan setiap tahap mengandung
langkah yang jelas apa yang harus dilakukan penilai.
[35] Tahap evaluasi yang perlu dilalui seorang penilai meliputi:
a. Persiapan
Setiap kegiatan atau tindakan kependidikan
selalu diawali dengan perencanaan atau persiapan. Tahap persiapan ini pada
dasarnya menentukan apa dan bagaimana evaluasi harus dilakukan. Artinya, perlu
rencana yang jelas mengenai kegiatan evaluasi termasuk alat dan sarana yang
diperlukan.[36] Alat evaluasi hasil belajar
yang digunakan tergantuing dari teknik evaluasi yang dipakai. Apabila menggunakan
teknik tes maka alat penilaiannya berupa tes, sedangkan teknik nontes alat
penilaiannya berupa macam-macam alat penilaian nontes.
Prosedur yang ditempuh untuk menyusun alat
penilaian tes adalah sebagai berikut :
Pertama, tujuan belajar yakni bentuk perilaku
yang akan dievaluasi. Jika evaluasi dilakukan secara formatif tujuan belajar,
di samping untuk kepentingan evaluasi juga dalam rangka pengembangan sistem
belajar. Bila evaluasi dilakukan sebagai evaluasi sumatif atau untuk
kepantingan diagnosis maupun penempatan maka perumusan tujuan disesuaikan
dengan maksud tersebut.[37][10]
Kedua, menyusun kisi-kisi (lay out) yakni
materi tes yang diujikan betul-betul representatif terhadap materi pelajaran
yang diberikan di kelas bersangkutan.[38] Sumadi Suryabrata mengemukakan, bahwa tujuan
menyusun kisi-kisi soal adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup,
tekanan, dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi
petunjuk yang efektif bagi penyusun tes.[39]
Ketiga, penulisan butir soal yakni kegiatan
yang dilaksanakan setelah pembuatan kisi-kisi soal. Dalam menulis soal
digunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga tidak mengandung
penafsiran ganda atau membingungkan.[40][11]
Keempat, uji coba tes (try out) yakni bertujuan
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas tes secara empirik. Alat tes yang baik
adalah alat tes yang sudah mengalami beberapa uji coba.[41]
Adapun prosedur
yang ditempuh untuk alat penilaian nontes adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan
bentuk nontes yang akan dilaksanakan, yaitu kegiatan evaluator untuk menetapkan
bentuk nontes evaluasi hasil belajar yang akan dilaksanakan. Bentuk tes
evaluasi hasil belajar meliputi observasi, daftar cocok(check list), dan
wawancara.
2. Menetapkan
aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar yang akan dinilai.
3. Menulis alat
penilaian nontest yang dibutuhkan sesuai dengan aspek-aspek sasaran evaluasi
hasil belajar. Yaitu lembar observasi, daftar cocok, dan pedoman / lembar
wawancara.[42]
b. Pelaksanaan
Pengukuran
Pelaksanaan
pengukuran untuk teknik tes maupun teknik nontes hampir sama.Adapun prosedur
pelaksanaan pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
tempat pelaksanaan pengukuran, yaitu suatu kegiatan untuk mempersiapkan ruangan
yang memenuhi sarat-sarat pelaksanaan pengukuran yang meliputi syarat
penerangan, luas ruangan, dan tingkat kebisingan. Penerangan yang kurang baik
dalam ruang yang digunakan akan menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam
membaca butir soal dan dalam menulis jawaban. Persyaratan luas ruangan
diperlukan agar ada jarak yang cukup antara siswa yang satu dengan siswa yang
lain untuk menghindari kecurangan. Tingakat kebisingan yang berlebihan dari
luar ruangan akan mengganggu konsentrasi siswa sehingga hasil evaluasi tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya.[43][12]
2. Melancarkan
pengukuran, yaitu kegiatan evaluasi yang melaksanakan pengukuran terhadap siswa
dengan bentuk kegiatan sebagai berikut:
- Memberi peraturan pelaksanaan pengukuran.
- Membagikan lembar soal dan lembar jawaban,
atau melakukan pengamatan, wawancara, atau membagikan daftar cocok.
- Mengawasi kedisiplinan siswa dalam mematuhi
pelaksanaan pengukuran.
- Mengumpulkan lembar jawaban dan lembar soal.
3. Menata dan mengadministrasikan lembar soal
dan lembar jawabansiswa untuk memudahkan penskoran.[44]
c. Pengolahan
Data
Pengolahan data
hasil belajar dimaksudkan untuk mengubah data mentah hasil tes atau nontes
menjadi data masak yang siap ditafsirkan. Penafsiran data masak tersebut antara
lain adalah untuk menentukan posisi siswa dibandingkan dengan siswa-siswa
lainnya dalam kelompok atau kelasnya, dan untuk menentukan batas kelulusan berdasarkan
kriteria yang ditentukan.[45][13]
Pengolahan data
mentah menjadi data masak memerlukan analisis statistik. Analisis statistik digunakan bila bertemu
dengan data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan data
kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistik.[46]
d. Penafsiran Data
Setelah
melakukan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data itu
sehingga memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak bisa
dilepaskan dari pengolahan data, sebab dalam pengolahan data dengan sendirinya
akan diikuti penafsiran data yang diolah. Penafsiran terhadap sekumpulan data
dapat dibedakan menjadi dua, yakni penafsiran yang bersifat individual dan
penafsiran yang bersifat klasikal.[47]
Penafsiran data
yang bersifat individual yaitu penafsiran terhadap keadaan atau kondisi seorang
siswa berdasarkan perolehan penilaian hasil belajarnya. Ada tiga jenis
penafsiran individual yaitu:
1. Penafsiran
tentang kesiapan, yaitu menafsirkan tentang kesiapan siswa untuk mengikuti
pelajaran berikutnya, untuk naik kelas atau untuk lulus.
2. Penafsiran
tentang kelemaham individual, yaitu menafsirkan seorang siswa pada sub tes
tertentu, pada satu mata pelajaran, atau pada keseluruhan mata pelajaran.
3. Penafsiran
tentang pertumbuhan, yaitu penafsiran tentang kemajuan seorang siswa pada satu
periode belajar dengan jalan membandingkan prestasi yang dicapai oleh siswa
pada saat sekarang dengan prestasi pada periode sebelumnya.[48][14]
Adapun penafsiran
klasikal yaitu, penafsiran terhadap kelas secara keseluruhan tentang hasil yang
mereka capai dalam tes yang telah diberikan. Dalam kaitan ini ada empat penafsiran klasikal yaitu :
1. Penafsiran kelemahan-kelemahan kelas
2. Penafsiran prestasi kelas
3. Penafsiran perbandingan antarkelas
4. Penafsiran tentang susunan kelas.[49]
e. Pelaporan
Pelaporan dimaksudkan untuk memberikan umpan
balik kepada semua pihak yang terlibat dalam proses belajar baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang perlu memperoleh laporan tentang hasil
belajar siswa adalah siswa, guru yang mengajar, guru lain, petugas lain
disekolah, orang tua siswa, dan pemakai lulusan.[50]
Melalui laporan hasil evalusai tersebut, semua
pihak dapat mengetahui kemampuan dan perkembangan siswa, sekaligus mengetahui
tingkat keberhasilan pendidikan disekolahnya. Laporan data hasil evaluasi tidak
hanya mengenai prestasi atau hasil belajar, melainkan juga mengenai kemajuan
dan perkembangan siswa di sekolah seperti motivasi belajar, disiplin, kesulitan
belajar, atau sikap siswa terhadap mata pelajaran.[51][15]
2.3.2 Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi yaitu “suatu cara atau prosedur
memperoleh data dan keterangan yang berguna sebagai bahan evaluasi.”[52] Pada umumnya evaluasi dibagi menjadi dua
teknik: a) teknik nontes, yaitu “evaluasi yang tidak menggunakan soal-soal tes
dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian siswa yang
berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan.”[53]
b) teknik tes, yaitu “untuk menilai kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan
dan keterampilan sebagai hasil belajar, bakat khusus dan intelegensi.”[54]
a. Teknik nontes
Teknik nontes dapat digunakan untuk menilai
berbagai aspek individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif,
tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik.[55]
Teknik nontes ini dibagi menjadi enam yaitu : skala bertingkat, kuesioner,
daftar cocok, wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup.[56]
1. Skala bertingkat (rating scale)
Skala yang menggambarkan suatu nilai yang
berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Biasanya angka-angka yang
digunakan diterapkan pada skala dengan jarak yang sama secara bertingkat dari
yang rendah ke yang tinggi.[57][16]
2. Kuesioner (angket)
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa dan dijawab secara
tertulis.[58][17]
Macam-macam kuesioner :
a. Ditinjau dari siapa yang menjawab
1) kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner
tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan diminta jawaban
tentang dirinya.
2) Kuesioner tidak langsung yaitu kuesioner
yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang akan dimintai keterangan.
b. Ditinjau dari segi cara menjawab
1) Kuesioner tertutup (berstruktur)
Yaitu kuesioner disusun dengan menggunakan
pilihan jawaban sehingga responden tinggal memberi tanda pada jawaban yang
dipilih.
2) Kuesioner terbuka
Yaitu kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga responden bebas mengemukakan pendapatnya.[59][18]
3) Daftar cocok (cek list)
Yaitu deretan pertanyaan (yang biasa
disingkat-singkat), dimana responden tinggal membubuhkan tanda (√) di tempat
yang sudah disediakan.[60]
4) Wawancara
(interviu)
Yaitu suatu
metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dengan responden
dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interviu bebas dan terpimpin.
Interviu bebas yaitu responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya tanpa dibatasi patokan-patokan oleh pengevaluasi. Adapun
interviuterpimpin dimana responden harus menjawab dengan pertanyaan yang sudah
disusun terlebih dahulu oleh evaluator.[61]
5) Pengamatan (observasi)
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung
terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya.[62]
Macam-macam observasi
1) Observasi langsung
Adalah pengamatan yang dilakukan terhadap
gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati
oleh pengamat.
2) Observasi tidak langsung
Adalah pengamatanyang dilakukan dengan
menggunakan bantuan alat.
3) Observasi partisipasi
Adalah bahwa pengamat harus melibatkan diri
atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang
diamati.[63][19]
6) Riwayat Hidup
Riwayat hidup yaitu gambaran tentang keadaan
seseorang selama masa kehidupannya. Dengan alat ini dapat ditarik kesimpulan
tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek yang dinilai.[64]
b. Teknik tes
Teknik tes ini dibagi menjadi tiga yaitu : tes
tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.[65]
1. Tes tertulis
Yaitu “tes yang soal dan jawaban yang diberikan
oleh siswa berupa bahasa tulisan.”[66]
Bentuk-bentuk tes tertulis :
a)
Tes subjektif / uraian, yaitu “ pertanyaan yang
menuntut siswa menjawabnya dengan bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.” [67] [20]
Tes subjektif dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Tes uraian bebas, artinya “ butir
soal itu hanya menyangkut masalah utama yang dibicarakan, tanpa memberikan
arahan tertentu dalam menjawab”.[68]
b. Tes uraian terbatas, artinya “
peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan namun arahan
jawaban dibatasi sedemikian rupa, sehingga kebebasan tersebut menjadi bebas
yang terarah.” [69]
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan
menggunakan tes subjektif yaitu :
1) Dapat mengukur proses mental yang
tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
2) Dapat mengembangkan kemampuan
berbahasa, baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah kebahasaan.
3) Dapat melatih kemampuan berpikir
teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis.
4) Mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah (problem solving).
5) Adanya keuntungan teknis seperti
mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara
langsung melihat proses berpikir siswa.[70][21]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Mengoreksi lebih sulit dan sangat
dipengaruhi unsur subjektif pengoreksi.
2) Memerlukan waktu yang lebih
panjang untuk mempentingkan hasilnya dengan baik.
3) Kurang merangkum keseluruhan
materi yang telah diberikan[71]
b) Tes objektif, yaitu “ item-item
yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari
sejumlah alternatif yang tersedia, atau dengan mengisi jawaban yang benar
dengan beberapa pertanyaan atau simbol.”[72]
Jenis-jenis tes objektif yaitu :
a. Tes benar salah (True-False)
Yaitu “tes yang terdiri dari
pernyataan-pernyataan yang mengandung salah satu dari kemungkinan, salah atau benar.”[73]
b. Tes pilihan ganda (Multiple Choice)
Yaitu “bentuk soal yang menyediakan sejumlah
kemungkinan jawaban, satu di antaranya adalah jawaban benar.”[74][22]
c. Menjodohkan ( Matching)
Yaitu “peserta
tes diminta untuk menjodohkan, atau memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan
yang ditulis pada stimulus yang terdapat dilajur sebelah kiri dengan respon
yang terdapat pada lajur sebelah kanan.”[75]
d. Jawaban singkat ( Short Answer )
Yaitu “soal yang
menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban singkat berupa kata, frase, nama
tempat, nama tokoh, lambang atau kalimat yang sudah pasti.”[76]
Beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan tes objektif yaitu :
1) Mengandung
lebih banyak segi-segi positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan
luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur
subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksanya.
2) Lebih mudah
dan cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil
kemajuan teknologi.
3) Pemeriksaannya dapat diserahkan
kepada orang lain.
4) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur
subjektif yang mempengaruhinya.[77]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu
:[23]
1) Persiapan untuk menyusunnya jauh
lebih sulit daripada tes uraian karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang lain.
2) Soal-soal cenderung untuk
mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk
mengukur proses mental yang tinggi.
3) Banyak kesempatan untuk main
untung-untungan.
4) Kerjasama antar siswa pada waktu
mengerjakan soal tes lebih terbuka.[78]
2. Tes lisan
Yaitu “guru memberikan pertanyaan secara lisan
dan siswa langsung diminta menjawab secara lisan pula.”[79]
Tes lisan ini memiliki beberapa keuntungan antara lain :
a) Dapat digunakan untuk menilai
kepribadian dan kemampuan penguasaan pengetahuan paserta didik, karena
dilakukan secara face to face.
b) Jika paserta didik belum jelas
dengan pertanyaan yang diajukan, pendidik dapat mengubah pertanyaan sehingga dimengerti.
c) Dari sikap dan cara menjawab
pertanyaan, pendidik dapat mengetahui apa yang tersirat disamping apa yang
tersurat dalam jawaban.
d) Pendidik dapat menggali lebih
lanjut jawaban peserta didik sampai mendetail sehingga mengetahui bagian mana
yang paling dikuasai oleh paserta didik.
e) Tepat untuk mengukur kecakapan
tertentu, seperti kemampuan membaca, menghafal kalimat tertentu.
f) Pendidik dapat mengetahui secara
langsung hasil tes seketika.[80][24]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Jika hubungan antara pengetes dan
yang dites kurang baik, dapat mengganggu objektivitas hasil tes.
2) Sifat penggugup pada yang dites
dapat mengganggu kelancaran jawaban yang diberikannya.
3) Pertanyaan yang diajukan tidak
dapat selalu sama tiap-tiap orang yang dites.
4) Untuk mengetes kelompok
memerlukan waktu yang sangat lama sehingga tidak ekonomis.
5) Tidak atau kurang adanya
kebebasan bagi si penjawab.
6) Pribadi dan sikap pengetes dan
hubungannya dengan yang dites memungkinkan hasil yang kurang objektif.[81]
3. Tes perbuatan
Yaitu “ tes dimana respon atau jawaban yang dituntut
dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yag digunakan untuk
melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut.”[82][25]
Tes ini mengandung beberapa keuntungan dan
beberapa kelemahan.
Keuntungan bentuk tes ini antara lain :
1) Tepat untuk mengukur aspek
psikomotor
2) Tepat untuk mengetahui sikap yang
merefleksi dalam tingkah laku sehari-hari.
3) Pendidik secarra langsung dapat
mengamati dengan jelas jawaban-jawaban sehingga lebih mudah dalam memberikan penilaian.[83]
Sedangakan kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Apabila perintah tidak jelas,
maka tindakan yang muncul tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
2) Seringkali pendidik terpengaruh
oleh gerakan yang tidak menjadi indikator utama dalam penilaian.
3) Membutuhkan waktu yang lama, terutama
kalau pengamatannya dilakukan individu.
4) Seringkali terjadi gangguan dalam
pengamatan menyebabkan penilaian tidak objektif.[84]
[1] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia,1996 ), hlm. 220.
2 Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 1991 ),hlm. 1.
3 Sidney P. Rollins, Introdution to Secondany
Education, ( Cicago : Rand Menally and Company, 1979), hlm 249.
4 James L. Mursell, Pengajaran Berhasil, terj.
Simanjutak dan Soeitoe, (Jakarta :Universitas Indonesia, 1975 ), hlm. 405.
6 W. S. Winkel Sj.,
Psikologi Pengajaran, ( Jakarta : Gramedia, 1987 ), Cet. II, hlm. 313.
7 Daryanto, Evaluasi
Pendidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2001 ), Cet. II, hlm. 4-5.
8 Abdul Rachman
Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, ( Jakarta :
Gemawindu Pancaparkasa, 2000 ), hlm. 75.
9 Moh. Uzer Usman dan
Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan belajar Mengajar, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1993 ), hlm. 136.
10 Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2002 ),
cet. III, hlm. 3.
11 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan, (Jakarta
: Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 5.
12 Soenarjo, Al-Qur'an Dan Terjemahannya, (Jakarta :
Depag RI, 1993), hlm. 39.
14 Subari, Suprvisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan
Situasi Mengajar, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ), hlm. 174.
15 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 8.
16 Charles E. Skinner (ed), Essentiols Of Educational
Psychology, ( Tokyo : Prentice-Hall & Maruzen Companny Ltd, 1958 ), hlm.
441-442.
18 Kosadi Hidayat, et. al., Evaluasi Pendidikan Dan
Penerapannya Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia, ( Bandung : Alfabeta, 1994 ),
hlm. 8.
19 Ngalim Purwanto dan Sutadji Djojopranoto,
Administrasi Pendidikan, ( Jakarta : Mutiara, 1984), hlm. 146.
21 Ibid.
22 Soenarjo, Op. Cit., hlm. 50.
23 Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid II, (
Bairut : Dar Al Fikri, tth ), hlm. 59.
24 Ayar Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Teknik
Evaluasi Dan Metode Penerapan Jiwa Agama, (Jakarta : IND-HILL-CO, 1987 ), hlm.
48.
25 Zainal Arifin, Evaluasi Intruksional ( Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1991 ), hlm. 11.
26 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 33.
27 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (
Bandung : Armico, tth ), hlm. 215.
28 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi
Pendidikan, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1996 ), hlm. 127
30 Koesnadi Hidayat,
et.al., Op. Cit., hlm. 9.
31 Abdul Ghofir dan
Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, ( Solo : Ramdani,1993 ), hlm. 82.
32
Muahaimin, Konsep Pendidikan Islam, ( Solo : Ramdani, 1993 ), Cet. II,
hlm. 80.
34 Muhaimin, Op.
Cit., hlm. 79.
35 Nana Sudjana,
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung : Sinar Baru, 1991
), hlm.140
37 Muhammad Ali, Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar, ( Bandung : Sinar Baru, 1992 ), hlm. 121.
38 Wayan Nurkancana
dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 52.
39 Chabib Thoha, Op.
Cit., hlm. 32.
41 Ibid. hlm. 42.
42 Dimyati dan
Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.216.
45 Nana Sudjana,
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999),
hlm. 106.
46 Zainal Arifin, Op.
Cit., hlm. 83
47 Wayan Nurkancana
dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 113.
52 Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 217.
53 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi
Pendidikan Islam, ( Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 62.
54 Zuhairini, et. al., Metodologi Pendidikan Agama,
(Solo : Ramadhani, 1993 ), hlm.154.
55 Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 67.
56 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 67.
60 Ibid, hlm. 29
61 Ibid, hlm 20.
62 Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 1993), hlm
64 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm 31.
65 Abdul Rachman Shaleh, Op. Cit., hlm. 79.
66 Chabib Thoha,
Macam-Macam Tes ( PBM-PAI di Sekolah), ( Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang Bekerjasama Dengan Pustaka Pelajar, 1998 ), hlm. 295.
67 Nana Sudjana,
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 35.
68 Chabib Thoha,
Macam-Macam Tes, Op. Cit., hlm. 298.
69 Ibid.,
71 Subari, Op. Cit.,
hlm. 175.
72 Wayan Nurkancana
dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 27.
73 Abu Ahmadi, Op.
Cit., hlm. 227.
75 Sumarna
Surapranata, Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004, (
Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004 ), hlm. 109.
76 Ibid. hlm. 81.
78 Ibid
79 Ibrahim dan Nana Syaodih S., Op. Cit., hlm. 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar