Translate

Cara Pasang dan Kumpulan situs Animasi untuk di pojok blog

Kamis, 13 Juni 2013

makalah evaluasi pendidikan PAI

EVALUASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2.1   PENGERTIAN EVALUASI BELAJAR PAI
Istilah "evaluasi" mempunyai pengertian banyak, antara lain didefinisikan berdasarkan :
a) Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evalution yang berarti penilaian atau penaksiran. [1] [1]
b) Menurut istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument (alat) dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.[2]
c) Menurut Sidney P. Rollins, “ Evaluation is the process of making judgments”.[3] ( evaluasi merupakan proses pembuatan keputusan, dimulai dengan pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu kesimpulan).
d) James L. Mursell mengartikan evaluasi adalah “penghargaan yang dijalankan dengan sadar dan secara diskrimainatif terhadap proses belajar demi usaha perbaikan itu sendiri.”[4] Adapun Benjamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Suke Silverius, evaluasi merupakan “pengumpulan suatu kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri sisiwa dan menetapkan sejuh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.”[5][2]
e) Sementara menurut W. S. Winkel SJ., evaluasi adalah “penentuan sampai berapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.”[6]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan atau proses penentuan nilai sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Ada istilah yang hampir sama pengertiannya dengan evaluasi, yaitu pengukuran (measurement) dan penilaian. Pada hal istilah tersebut tidak sama artinya, namun masih ada kaitannya.[7] Pengukuran diartikan sebagai pekerjaan membandingkan sesuatu hasil belajar siswa dengan ukuran yang sudah ditentukan.[8] Penilaian adalah suatu proses pemberian atau penentuan nilai terhadap sesuatu dengan kriteria tertentu atau mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran atau norma tertentu, apakah baik atau buruk.[9]
Dengan demikian pengukuran lebih menekankan kepada proses penentuan kuantitas sesutu melalui pembandingan dengan satuan ukuran tertentu. Adapun penilaian menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik atau buruk yang bersifat kualitatif. Adapun evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu pengukuran dan penilaian.[10][3] Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai sesuatu, untuk menentukan nilai dilakukan pengukuran. Wujud dari pengukuran yaitu pengujian dalam dunia pendidikan disebut tes.[11] Tes digunakan oleh guru untuk mengukur dan mengetahui tingkat pengetahuan siswa yang telah dicapai sehubungan dengan belajar.
Allah memberikan contoh tes (cobaan) terhadap manusia untuk mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah, sebagaimana firman-Nya QS. Al-Baqarah : 155 sebagai berikut :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِِشَئٍْ مِّنَ الخَوْفِ وَالجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ الاَمْوَالِ وَالاَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِالصّبِرِيْنَ {155}
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah : 155).[12]
Sasaran evaluasi dengan tes tersebut adalah ketahanan mental beriman dan bertakwa kepada Allah jika mereka tahan terhadap uji coba (tes) dari Allah, maka akan mendapatkan kegembiraan dengan segala bentuk, terutama kegembiraan yang bersifat mental – rohaniah. Demikian, pekerjaan evaluasi Allah pada hakikatnya bersifat mendidik terhadap fungsinya selaku hamba-Nya, yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya.
Adapun fungsi dan tujuan evaluasi yaitu :
1. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar memperbaiki proses belajar.
2. Untuk menentukan angka kemajuan / hasil belajar masing-masing siswa yang antara lain untuk kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya siswa.[13][4]
3. Untuk memberikan data kepada orang tua atau masyarakat atau pihak- pihak lain yang memerlukan keterangan tentang seorang siswa.[14]
4. Untuk memeperoleh informasi tentang potensi peserta didik sehingga penempatannya dapat disesuaikan dengan bakat dan minatnya. [15]
Sedangkan menurut Charles E. Skinner dalam bukunya Essentials Of Educations Psichology dijelaskan fungsi evaluasi yaitu :
(1) to determine the status of each pupil in various subject and in various objectives of the curriculum; (2) to evaluate the status and rate of growth of each pupil in terms of his ability and age; (3) to identify the educational needs of each pupil; (4) to identify the gifted pupil,the normal pupil, and the slow-learning pupil; (5) to group pupils for instructional purposes within the class group; (6) to analtyze or diagnose an individual pupils difficulties and rate of growth; (7) to determine the achievement status of class at the beginning and at the and term[16]
(1) untuk menentukan status tiap pada beberapa obyek dan tujuan dari kurikulum; (2) untuk menilai status dan tingkat pertumbuhan tentang kemampuan dan umur tiap murid; (3)untuk mengidentifikasi kebutuhan pendidikan tiap murid; (4) untuk mengidentifikasi murid berbakat, murid biasa dan murid lamban belajar; (5) untuk mengelompokkan murid untuk tujuan instruksianal dalam kelompok kelas; (6) untuk menganalisis dan mendiagnosis kesulitan dan tingkat pertumbuhan murid; (7) untuk menentukan status prestasi dalam kelas pada awal adan akhir belajar.
Dengan memahami pengertian evaluasi dan ruang lingkupnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Evaluasi belajar PAI adalah usaha untuk menilai pencapaian tujuan belajar PAI yang mencerminkan perubahan tingkah laku, kecakapan, dan status siswa dalam menelaah materi PAI pada jangka waktu tertentu.
2.2 Prinsip-Prinsip Evaluasi Belajar PAI
Perlakun evaluasi belajar PAI harus berdasarkan prinsip pelaksanaannya. Betapapun baik prosedur evaluasi yang diikuti dan sempurnanya evaluasi yang diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi akan kurang dari yang diharapkan.[17][5]
Prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi belajar PAI yang digunakan antara lain:
2.2.1   Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Menyeluruh artinya evaluasi yang dilakukan menggambarkan penguasaan siswa terhadap pencapaian keseluruhan tujuan yang diharapkan dan bahan pelajaran yang diberikan.[18] Dalam prinsip ini yang dinilai bukan hanya aspek kecerdasan atau hasil belajar, melainkan seluruh aspek pribadi atau tingkah lakunya.[19]
Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku siswa. Hal ini mencakup aspek proses ranah beripikir (cognitive domain) juga dapat mencakup aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap (affektive domain) dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang ada pada masing-masig siswa.[20] Dalam hubungannya dengan proses belajar PAI, maka evaluasi hasil belajar dalam pelajaran PAI tidak hanya menyangkut masalah penyampaian ilmu, tetapi untuk penanaman iman dan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh.[21][6] Hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah : 208.
يآيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاْا دْخُلُوْاْافِى السِّلْمِ كآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوْاْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ {208}
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah syaitan“. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah: 208).”[22]
Selanjutnya, mengamalkan ajaran Islam, identik dengan tujuan pendidikan Islam. Menurut Al Ghazali, yaitu menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah serta menyiapkan siswa untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang bersifat keduniaan dan keakhiratan.[23]
2.2.2  Prinsip terus menerus atau kesinambungan (Continuity)
Terus menerus artinya evaluasi tidak hanya merupakan kegiatan ujian semester atau ujian kenaikan/ujian akhir saja, tetapi harus dilakukan terus menerus (kontinyunitas).[24][7]Karena pendidikan adalah suatu proses yang kontinu, evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu.[25]
Dengan hasil evaluasi yang dilakukan secara kontinyu, teratur, terencana dan terjadwal, pendidik memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan maupun perkembangan siswa, mulai awal sampai akhir program pembelajaran.[26] Hal ini perlu diperhatikan dalam evaluasi PAI, yaitu guru / pendidik secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa. Evaluasi tidak saja merupakan tes formal saja, melainkan juga perhatian terhadap siswa ketika duduk, berbicara, dan bersikap atau pengamatan ketika siswa berada di ruang kelas, tempat ibadah dan ketika bermain.
Dari berbagi pengamatan yang ada, perlu dicatat secara tertulis tentang perilaku yang menonjol atau kelainan pertumbuhan yang kemudian harus diikuti langkah bimbingan. Hal ini tidak berarti seluruh waktu dihabiskan untuk tugas evaluasi, tetapi apabila sewaktu-waktu terdapat siswa menunjukkan sikap tertentu, maka hendaknya dicatat secara tertulis.[27]
2.2.3 Prinsip Validitas (validity) dan Reliabilitas (reability)
Validitas atau keshahihan menunjuk pada pengertian bahwa alat evaluasi yang digunakan benar-benar mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. [28] Misalnya barometer adalah alat pengukur tekanan udara dan tidak tepat bila digunakan untuk mengukur temperatur udara. Demikian pula suatu tes memiliki suatu validitas bila tes itu benar-benar mengukur hal yang hendak dites. [29][8]
Reliabilitas atau ketepatan artinya dapat dipercaya, evaluasi dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang diperoleh pada ujian itu tetap atau stabil, kapan saja, siapapun yang mengujikan dan yang menilainya.[30] Misalnya untuk mengukur panjang kayu dengan menggunakan mistar, maka hasil pengukuran tetap sama sekalipun pengukuran dilakukan beberapa kali dan oleh pengukuran lain. Hal itu menunjukkan bahwa hasil pengukuran betul-betul dapat dipercaya, ukurannya stabil atau tetap.
2.2.4 Prinsip Objektivitas (Objectivity)
Objektifitas artinya bahwa evaluasi dilakukan dengan sebaik-baiknya berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektivitas dari evaluator (penilai).[31] Sikap objektif atau apa adanya ini dimaksudkan, bahwa evaluasi dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa ada pengaruh dari faktor guru atau siswa itu sendiri. Pelaksanaan evaluasi di mana siswa menunjukkan kemampuan tidak sebagai mana adanya (seperti menyontek), atau guru memberikan data penilaian yang tidak sebenarnya (subjektif). [32]
Sikap objektivitas dalam evaluasi itu antara lain itu ditunjukkan dalam sikap: (a) ash-shidqah yaitu berlaku benar dan jujur dalam mengadakan evaluasi ; (b) amanah yaitu sikap pribadi yang setia, tulus hati, dan jujur dalam menjalankan evaluasi yang dipercayakan kepadanya; (c) Rahmah dan ta’awun yaitu sikap kasih sayang terhadap sesama, adil dan saling tolong menolong untuk menuju kebaikan dan kebenaran.[33][9]
2.2.5 Prinsip Mengacu Kepada Tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu, karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan merupakan aktivitas atau pekerjaan yang sia-sia. Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran, maka evaluasi harus mengacu kepada tujuan. Tujuan sebagai acuan ini harus dirumuskan lebih dahulu sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai. Bila tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan taksonomi Bloom, maka dapat dilakukan kajian tentang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa sebagai hasil belajarnya. [34]
2.3 Tahap dan Teknik Evaluasi Belajar PAI
2.3.1 Tahap Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya ialah suatu proses yang sistematis. Artinya, ditempuh tahap-tahap tertentu dan setiap tahap mengandung langkah yang jelas apa yang harus dilakukan penilai. [35] Tahap evaluasi yang perlu dilalui seorang penilai meliputi:
a. Persiapan
Setiap kegiatan atau tindakan kependidikan selalu diawali dengan perencanaan atau persiapan. Tahap persiapan ini pada dasarnya menentukan apa dan bagaimana evaluasi harus dilakukan. Artinya, perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan evaluasi termasuk alat dan sarana yang diperlukan.[36] Alat evaluasi hasil belajar yang digunakan tergantuing dari teknik evaluasi yang dipakai. Apabila menggunakan teknik tes maka alat penilaiannya berupa tes, sedangkan teknik nontes alat penilaiannya berupa macam-macam alat penilaian nontes.
Prosedur yang ditempuh untuk menyusun alat penilaian tes adalah sebagai berikut :
Pertama, tujuan belajar yakni bentuk perilaku yang akan dievaluasi. Jika evaluasi dilakukan secara formatif tujuan belajar, di samping untuk kepentingan evaluasi juga dalam rangka pengembangan sistem belajar. Bila evaluasi dilakukan sebagai evaluasi sumatif atau untuk kepantingan diagnosis maupun penempatan maka perumusan tujuan disesuaikan dengan maksud tersebut.[37][10]
Kedua, menyusun kisi-kisi (lay out) yakni materi tes yang diujikan betul-betul representatif terhadap materi pelajaran yang diberikan di kelas bersangkutan.[38]  Sumadi Suryabrata mengemukakan, bahwa tujuan menyusun kisi-kisi soal adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan, dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun tes.[39]
Ketiga, penulisan butir soal yakni kegiatan yang dilaksanakan setelah pembuatan kisi-kisi soal. Dalam menulis soal digunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga tidak mengandung penafsiran ganda atau membingungkan.[40][11]
Keempat, uji coba tes (try out) yakni bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas tes secara empirik. Alat tes yang baik adalah alat tes yang sudah mengalami beberapa uji coba.[41]
Adapun prosedur yang ditempuh untuk alat penilaian nontes adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan bentuk nontes yang akan dilaksanakan, yaitu kegiatan evaluator untuk menetapkan bentuk nontes evaluasi hasil belajar yang akan dilaksanakan. Bentuk tes evaluasi hasil belajar meliputi observasi, daftar cocok(check list), dan wawancara.
2. Menetapkan aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar yang akan dinilai.
3. Menulis alat penilaian nontest yang dibutuhkan sesuai dengan aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar. Yaitu lembar observasi, daftar cocok, dan pedoman / lembar wawancara.[42]
b. Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran untuk teknik tes maupun teknik nontes hampir sama.Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Persiapan tempat pelaksanaan pengukuran, yaitu suatu kegiatan untuk mempersiapkan ruangan yang memenuhi sarat-sarat pelaksanaan pengukuran yang meliputi syarat penerangan, luas ruangan, dan tingkat kebisingan. Penerangan yang kurang baik dalam ruang yang digunakan akan menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam membaca butir soal dan dalam menulis jawaban. Persyaratan luas ruangan diperlukan agar ada jarak yang cukup antara siswa yang satu dengan siswa yang lain untuk menghindari kecurangan. Tingakat kebisingan yang berlebihan dari luar ruangan akan mengganggu konsentrasi siswa sehingga hasil evaluasi tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.[43][12]
2. Melancarkan pengukuran, yaitu kegiatan evaluasi yang melaksanakan pengukuran terhadap siswa dengan bentuk kegiatan sebagai berikut:
- Memberi peraturan pelaksanaan pengukuran.
- Membagikan lembar soal dan lembar jawaban, atau melakukan pengamatan, wawancara, atau membagikan daftar cocok.
- Mengawasi kedisiplinan siswa dalam mematuhi pelaksanaan pengukuran.
- Mengumpulkan lembar jawaban dan lembar soal.
3. Menata dan mengadministrasikan lembar soal dan lembar jawabansiswa untuk memudahkan penskoran.[44]
c. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil belajar dimaksudkan untuk mengubah data mentah hasil tes atau nontes menjadi data masak yang siap ditafsirkan. Penafsiran data masak tersebut antara lain adalah untuk menentukan posisi siswa dibandingkan dengan siswa-siswa lainnya dalam kelompok atau kelasnya, dan untuk menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan.[45][13]
Pengolahan data mentah menjadi data masak memerlukan analisis statistik. Analisis statistik digunakan bila bertemu dengan data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistik.[46]
d. Penafsiran Data
Setelah melakukan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data itu sehingga memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pengolahan data, sebab dalam pengolahan data dengan sendirinya akan diikuti penafsiran data yang diolah. Penafsiran terhadap sekumpulan data dapat dibedakan menjadi dua, yakni penafsiran yang bersifat individual dan penafsiran yang bersifat klasikal.[47]
Penafsiran data yang bersifat individual yaitu penafsiran terhadap keadaan atau kondisi seorang siswa berdasarkan perolehan penilaian hasil belajarnya. Ada tiga jenis penafsiran individual yaitu:
1. Penafsiran tentang kesiapan, yaitu menafsirkan tentang kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran berikutnya, untuk naik kelas atau untuk lulus.
2. Penafsiran tentang kelemaham individual, yaitu menafsirkan seorang siswa pada sub tes tertentu, pada satu mata pelajaran, atau pada keseluruhan mata pelajaran.
3. Penafsiran tentang pertumbuhan, yaitu penafsiran tentang kemajuan seorang siswa pada satu periode belajar dengan jalan membandingkan prestasi yang dicapai oleh siswa pada saat sekarang dengan prestasi pada periode sebelumnya.[48][14]
Adapun penafsiran klasikal yaitu, penafsiran terhadap kelas secara keseluruhan tentang hasil yang mereka capai dalam tes yang telah diberikan. Dalam kaitan ini ada empat penafsiran klasikal yaitu :
1. Penafsiran kelemahan-kelemahan kelas
2. Penafsiran prestasi kelas
3. Penafsiran perbandingan antarkelas
4. Penafsiran tentang susunan kelas.[49]
     e. Pelaporan
Pelaporan dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada semua pihak yang terlibat dalam proses belajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang perlu memperoleh laporan tentang hasil belajar siswa adalah siswa, guru yang mengajar, guru lain, petugas lain disekolah, orang tua siswa, dan pemakai lulusan.[50]
Melalui laporan hasil evalusai tersebut, semua pihak dapat mengetahui kemampuan dan perkembangan siswa, sekaligus mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan disekolahnya. Laporan data hasil evaluasi tidak hanya mengenai prestasi atau hasil belajar, melainkan juga mengenai kemajuan dan perkembangan siswa di sekolah seperti motivasi belajar, disiplin, kesulitan belajar, atau sikap siswa terhadap mata pelajaran.[51][15]
2.3.2   Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi yaitu “suatu cara atau prosedur memperoleh data dan keterangan yang berguna sebagai bahan evaluasi.”[52] Pada umumnya evaluasi dibagi menjadi dua teknik: a) teknik nontes, yaitu “evaluasi yang tidak menggunakan soal-soal tes dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian siswa yang berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan.”[53] b) teknik tes, yaitu “untuk menilai kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil belajar, bakat khusus dan intelegensi.”[54]
a. Teknik nontes
Teknik nontes dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik.[55] Teknik nontes ini dibagi menjadi enam yaitu : skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup.[56]
1. Skala bertingkat (rating scale)
Skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Biasanya angka-angka yang digunakan diterapkan pada skala dengan jarak yang sama secara bertingkat dari yang rendah ke yang tinggi.[57][16]
2. Kuesioner (angket)
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa dan dijawab secara tertulis.[58][17]
Macam-macam kuesioner :
a. Ditinjau dari siapa yang menjawab
1) kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan diminta jawaban tentang dirinya.
2) Kuesioner tidak langsung yaitu kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang akan dimintai keterangan.
b. Ditinjau dari segi cara menjawab
  1) Kuesioner tertutup (berstruktur)
Yaitu kuesioner disusun dengan menggunakan pilihan jawaban sehingga responden tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
  2) Kuesioner terbuka
Yaitu kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga responden bebas mengemukakan pendapatnya.[59][18]
3) Daftar cocok (cek list)
Yaitu deretan pertanyaan (yang biasa disingkat-singkat), dimana responden tinggal membubuhkan tanda (√) di tempat yang sudah disediakan.[60]
4) Wawancara (interviu)
Yaitu suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dengan responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interviu bebas dan terpimpin. Interviu bebas yaitu responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi patokan-patokan oleh pengevaluasi. Adapun interviuterpimpin dimana responden harus menjawab dengan pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu oleh evaluator.[61]
5) Pengamatan (observasi)
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya.[62]
Macam-macam observasi
1) Observasi langsung
Adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2) Observasi tidak langsung
Adalah pengamatanyang dilakukan dengan menggunakan bantuan alat.
3) Observasi partisipasi
Adalah bahwa pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.[63][19]
6) Riwayat Hidup
Riwayat hidup yaitu gambaran tentang keadaan seseorang selama masa kehidupannya. Dengan alat ini dapat ditarik kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek yang dinilai.[64]
b. Teknik tes
Teknik tes ini dibagi menjadi tiga yaitu : tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.[65]
1.    Tes tertulis
Yaitu “tes yang soal dan jawaban yang diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan.”[66]
Bentuk-bentuk tes tertulis :
a)        Tes subjektif / uraian, yaitu “ pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dengan bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.” [67] [20]
Tes subjektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Tes uraian bebas, artinya “ butir soal itu hanya menyangkut masalah utama yang dibicarakan, tanpa memberikan arahan tertentu dalam menjawab”.[68]
b. Tes uraian terbatas, artinya “ peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan namun arahan jawaban dibatasi sedemikian rupa, sehingga kebebasan tersebut menjadi bebas yang terarah.” [69]
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan tes subjektif yaitu :
1) Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
2) Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan.
3) Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis.
4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving).
5) Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.[70][21]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Mengoreksi lebih sulit dan sangat dipengaruhi unsur subjektif pengoreksi.
2) Memerlukan waktu yang lebih panjang untuk mempentingkan hasilnya dengan baik.
3) Kurang merangkum keseluruhan materi yang telah diberikan[71]
b) Tes objektif, yaitu “ item-item yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia, atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa pertanyaan atau simbol.”[72]
Jenis-jenis tes objektif yaitu :
a. Tes benar salah (True-False)
Yaitu “tes yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mengandung salah satu dari kemungkinan, salah atau benar.”[73]
b. Tes pilihan ganda (Multiple Choice)
Yaitu “bentuk soal yang menyediakan sejumlah kemungkinan jawaban, satu di antaranya adalah jawaban benar.”[74][22]
c. Menjodohkan ( Matching)
Yaitu “peserta tes diminta untuk menjodohkan, atau memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan yang ditulis pada stimulus yang terdapat dilajur sebelah kiri dengan respon yang terdapat pada lajur sebelah kanan.”[75]
d. Jawaban singkat ( Short Answer )
Yaitu “soal yang menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban singkat berupa kata, frase, nama tempat, nama tokoh, lambang atau kalimat yang sudah pasti.”[76]
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan tes objektif yaitu :
1) Mengandung lebih banyak segi-segi positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksanya.
2) Lebih mudah dan cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
3) Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain.
4) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhinya.[77]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :[23]
1) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes uraian karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
2) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
3) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
4) Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.[78]
2. Tes lisan
Yaitu “guru memberikan pertanyaan secara lisan dan siswa langsung diminta menjawab secara lisan pula.”[79] Tes lisan ini memiliki beberapa keuntungan antara lain :
a) Dapat digunakan untuk menilai kepribadian dan kemampuan penguasaan pengetahuan paserta didik, karena dilakukan secara face to face.
b) Jika paserta didik belum jelas dengan pertanyaan yang diajukan, pendidik dapat mengubah pertanyaan sehingga dimengerti.
c) Dari sikap dan cara menjawab pertanyaan, pendidik dapat mengetahui apa yang tersirat disamping apa yang tersurat dalam jawaban.
d) Pendidik dapat menggali lebih lanjut jawaban peserta didik sampai mendetail sehingga mengetahui bagian mana yang paling dikuasai oleh paserta didik.
e) Tepat untuk mengukur kecakapan tertentu, seperti kemampuan membaca, menghafal kalimat tertentu.
f) Pendidik dapat mengetahui secara langsung hasil tes seketika.[80][24]
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Jika hubungan antara pengetes dan yang dites kurang baik, dapat mengganggu objektivitas hasil tes.
2) Sifat penggugup pada yang dites dapat mengganggu kelancaran jawaban yang diberikannya.
3) Pertanyaan yang diajukan tidak dapat selalu sama tiap-tiap orang yang dites.
4) Untuk mengetes kelompok memerlukan waktu yang sangat lama sehingga tidak ekonomis.
5) Tidak atau kurang adanya kebebasan bagi si penjawab.
6) Pribadi dan sikap pengetes dan hubungannya dengan yang dites memungkinkan hasil yang kurang objektif.[81]
3. Tes perbuatan
Yaitu “ tes dimana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yag digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut.”[82][25]
Tes ini mengandung beberapa keuntungan dan beberapa kelemahan.
Keuntungan bentuk tes ini antara lain :
1) Tepat untuk mengukur aspek psikomotor
2) Tepat untuk mengetahui sikap yang merefleksi dalam tingkah laku sehari-hari.
3) Pendidik secarra langsung dapat mengamati dengan jelas jawaban-jawaban sehingga lebih mudah dalam memberikan penilaian.[83]
Sedangakan kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Apabila perintah tidak jelas, maka tindakan yang muncul tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
2) Seringkali pendidik terpengaruh oleh gerakan yang tidak menjadi indikator utama dalam penilaian.
3) Membutuhkan waktu yang lama, terutama kalau pengamatannya dilakukan individu.
4) Seringkali terjadi gangguan dalam pengamatan menyebabkan penilaian tidak objektif.[84]



[1]  John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia,1996 ), hlm. 220.
2 Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991 ),hlm. 1.
3 Sidney P. Rollins, Introdution to Secondany Education, ( Cicago : Rand Menally and Company, 1979), hlm 249.
4 James L. Mursell, Pengajaran Berhasil, terj. Simanjutak dan Soeitoe, (Jakarta :Universitas Indonesia, 1975 ), hlm. 405.
5 Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar Dan Umpan Balik, ( Jakarta : Grafindo, 1991), hlm. 4.
6 W. S. Winkel Sj., Psikologi Pengajaran, ( Jakarta : Gramedia, 1987 ), Cet. II, hlm. 313.
7 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2001 ), Cet. II, hlm. 4-5.
8 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, ( Jakarta : Gemawindu Pancaparkasa, 2000 ), hlm. 75.
9 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993 ), hlm. 136.
10 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2002 ), cet. III, hlm. 3.
11 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 5.
12 Soenarjo, Al-Qur'an Dan Terjemahannya, (Jakarta : Depag RI, 1993), hlm. 39.
13 Abdul Rachman Shaleh, Op.Cit.,hlm. 76.
14 Subari, Suprvisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ), hlm. 174.
15 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 8.
16 Charles E. Skinner (ed), Essentiols Of Educational Psychology, ( Tokyo : Prentice-Hall & Maruzen Companny Ltd, 1958 ), hlm. 441-442.
17  Daryanto, Op. Cit., hlm. 19.
18 Kosadi Hidayat, et. al., Evaluasi Pendidikan Dan Penerapannya Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia, ( Bandung : Alfabeta, 1994 ), hlm. 8.
19 Ngalim Purwanto dan Sutadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, ( Jakarta : Mutiara, 1984), hlm. 146.
20 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 32.
21 Ibid.
22 Soenarjo, Op. Cit., hlm. 50.
23 Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid II, ( Bairut : Dar Al Fikri, tth ), hlm. 59.
24 Ayar Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Teknik Evaluasi Dan Metode Penerapan Jiwa Agama, (Jakarta : IND-HILL-CO, 1987 ), hlm. 48.
25 Zainal Arifin, Evaluasi Intruksional ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991 ), hlm. 11.
26 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 33.
27 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, ( Bandung : Armico, tth ), hlm. 215.
28 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi Pendidikan, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1996 ), hlm. 127
29 Ibid.
30 Koesnadi Hidayat, et.al., Op. Cit., hlm. 9.
31 Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, ( Solo : Ramdani,1993 ), hlm. 82.
32 Muahaimin, Konsep Pendidikan Islam, ( Solo : Ramdani, 1993 ), Cet. II, hlm. 80.
33 Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung : Sinar Baru, 1985 ), hlm. 127.
34 Muhaimin, Op. Cit., hlm. 79.
35 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung : Sinar Baru, 1991 ), hlm.140
36 Ibid. hlm. 140
37 Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, ( Bandung : Sinar Baru, 1992 ), hlm. 121.
38 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 52.
39 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 32.
40 Ibid. hlm. 30-40.
41 Ibid. hlm. 42.
42 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.216.
43 Zainal Arifin, Op. Cit., hlm. 78.
44 Dimyati dan Mudjiono, Op. Cit., hlm 217.

45 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 106.
46 Zainal Arifin, Op. Cit., hlm. 83
47 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 113.
48 Ibid. hlm. 114-116.
49 Ibid. hlm. 116-117.
50 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 281-282.
51 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 152-153.
52 Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 217.
53 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 62.
54 Zuhairini, et. al., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani, 1993 ), hlm.154.
55 Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 67.
56 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 67.
57 Ibid, hlm. 27.
58 Nana Sudjana, Op. Cit., hlm 68.

59 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 28-29.
60 Ibid, hlm. 29
61 Ibid, hlm 20.
62 Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1993), hlm
63 Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 85.
64 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm 31.
65 Abdul Rachman Shaleh, Op. Cit., hlm. 79.
66 Chabib Thoha, Macam-Macam Tes ( PBM-PAI di Sekolah), ( Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Bekerjasama Dengan Pustaka Pelajar, 1998 ), hlm. 295.
67 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 35.
68 Chabib Thoha, Macam-Macam Tes, Op. Cit., hlm. 298.
69 Ibid.,
70 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 36.
71 Subari, Op. Cit., hlm. 175.
72 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 27.
73 Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 227.
74 Ibrahim dan Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2003 ), hlm. 97.
75 Sumarna Surapranata, Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004 ), hlm. 109.
76 Ibid. hlm. 81.
77 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 164-165.
78 Ibid
79 Ibrahim dan Nana Syaodih S., Op. Cit., hlm. 88.
80 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997 ), hlm. 37.
81 Ibid.,
82 Chabib Thoha, Macam-Macam Tes, Op. Cit., hlm. 303.
83 Ibid., hlm. 63
84 Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar